Bagaimanakah
wajah hukum di Indonesia ini ? hhmm.. sebelum kita membahas ini, terlebih
dahulu mari kita harus mengetahui apa arti dari hukum itu sendiri. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
hukum adalah peraturan yang dibuat oleh sesuatu kekuasaan atau adat yang
dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak; undang-undang, peraturan dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Lalu menurut saya
pribadi hukum itu adalah suatu tindakan pemberian sanksi secara nyata kepada
orang-orang yang melanggar peraturan baik sanksi berat maupun sanksi ringan,
tergantung pelanggaran yang dilanggar.
Secara
teori, pengertian hukum itu sendiri memang sangat bagus, kalau dianak sekolah
mah dapat nilai 10 dari pengertian hukum itu sendiri. Namun bagaimana
prakteknya di Indonesia ini ? wahh.. bisa dipastikan nilainya remedial secara
praktek. Loh mengapa ? karna kenyataanya praktek dari pengertian hukum itu
sendiri sangatlah minim terlaksana dengan benar.
Lalu
bagaimana sebenarnya wajah hukum di Indonesia ini ? menurut saya wajah hukum di
Indonesia ini seperti “kayu jati yang telah digigiti rayap”. Mengapa saya
ungkapkan demikian ? karna sesungguhnya kekuatan hukum di Indonesia itu hanya
kelihatan kokoh dari luar saja (seperti kayu jati yang kokoh), namun bila kita kaji
kedalam penindakan hukum itu sendiri, yang kita dapatkan adalah jauh dari kata
kokoh atau bisa dibilang rapuh dari tindakan hukum yang benar (seperti rayap
yang menggerogoti kayu itu).
Sebenarnya
bila tindakan hukum di Indonesia ini dilaksanakan dengan benar, maka hukum itu
memang seperti “kayu jati” namun kayu jati yang kokoh akan rusak/rapuh bila ada
rayap yang menggerogoti. Seperti itulah hukum itu, akan bobrok bila ada yang
tidak melaksanakan sesuai kebenarannya dan orang-orang yang tidak melaksanakan
hukum itu secara benar adalah “rayap” itu sendiri.
Di jaman sekarang ini kebijakan hukum di
Indonesia sangatlah jauh dari kata Keadilan. Mengapa tidak, orang-orang yang
bersalah dapat bebas dari hukuman bila ia seorang “berdarah biru”.
Tidak jauh-jauh contohnya saja seperti peristiwa
yang baru-baru ini terjadi yaitu peristiwa “tabrakan maut” oleh anak Hatta
Rajasa yaitu Muhammad Rasyid Amirullah. Bila dikaji secara hukum Muhammad
Rasyid Amirullah sudah layak masuk penjara. Yaitu dengan dijerat Pasal 283
junto pasal 287 ayat 5 junto Pasal 310 ayat 3 Undang-Undang Lalu Lintas Tahun
2009. “Karena mengantuk, pelanggaran teknis mengemudi dan kelalaian yang
menyebabkan orang meninggal dunia“. Namun faktanya? dia bebas dari hukuman dan
hanya dikenakan wajib lapor, yaitu selama seminggu sekali harus melapor diri. Sungguh berbeda jauh dengan nasib Jamal bin Samsuri yang seorang supir
angkot terkait dengan meninggalnya mahasiswi Universitas Indonesia (UI) yang
loncat dari angkotnya. Polisi pun langsung menetapkan Jamal sebagai tersangka
tak berapa lama setelah Annisa, meninggal dunia, Polisi
terkesan bergerak cepat dalam kasus ini. Namun cerita berbeda terjadi dalam
kasus kecelakaan yang menimpa anak sulung Menko Perekonomian Hatta Rajasa,
Rasyid Rajasa.
Berikut ini bagaimana wajah hukum di Indonesia dengan contoh kasus nyata antara
seorang supir angkut(Jamal bin Syamsuri) dan sopir BMW maut (Rasyid Rajasa) :
1.
Jamal
langsung ditahan
Sopir angkot KWK-U 10 Jamal bin
Syamsuri langsung ditahan oleh Polres Jakarta Barat saat setelah melaporkan
penumpangnya lompat dari angkot yang dia kendarai. Hingga saat ini Jamal masih
meringkuk di tahanan. Pengacara kondang, Hotma Sitompul sedang mengusahakan
penangguhan penahanan Jamal.
Namun perlakuan berbeda diterima
anak bungsu Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa. Meskipun berkasnya
sudah dilimpahkan, Rasyid tetap bebas. Rasyid beralasan masih menjalani terapi.
2.
Identitas
langsung dibuka
Saat kasus lompatnya mahasiswi
Universitas Indonesia Annisa Azward (20) terungkap, polisi langsung mengumumkan
siapa sopir angkot. Bahkan sang sopir langsung ditahan oleh Polres Jakarta
Barat untuk menjalani pemeriksaan.
Namun saat kecelakaan di Tol
Jagorawi yang menewaskan dua orang di tahun baru 2013, polisi terkesan menutupi
siapa identitas BMW maut. Sejak pagi hingga sore Polda Metro Jaya menutup rapat
siapa sopir BMW maut itu.
3.
Polisi
tak sembuyikan Jamal
Diduga karena takut, Annisa akhirnya
memilih melompat dari angkot KWK-U 10 yang dikemudikan Jamal. Melihat
penumpangnya lompat, Jamal bergegas menolong korban dan melarikannya ke rumah
sakit.
Namun nahas, mahasiswi Universitas
Indonesia itu akhirnya meninggal di Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara. Polisi pun
langsung memeriksa Jamal di Polres Jakarta Barat.
Namun hal yang sama tidak berlaku
bagi Rasyid. Sesaat setelah kejadian Rasyid langsung menghilang. Polisi pun
tutup mulut soal keberadaan Rasyid. Polisi hanya menyebut Rasyid sedang dirawat
di rumah sakit.
Baru belakangan kemudian diketahui
bahwa Rasyid di rawat di RS Pusat Pertamina. Rasyid dirawat di kamar VIP di RS
PP.
4.
Angkot
Jamal langsung diamankan
Angkot yang dikemudikan Jamal
langsung digelandang ke Polres Jakarta Barat tak lama setelah kasus Annisa
mencuat. Tak butuh waktu lama bagi kepolisian untuk membawa angkot merah itu.
Namun saat BMW tipe SUV X5 warna
hitam menabrak Daihatsu Luxio bernomor polisi F 1622 CY di KM 3+400 Tol
Jagorawi, Polda Metro Jaya terkesan menyembunyikan mobil mewah tersebut. Polisi
tidak terbuka soal keberadaan BMW maut bernopol B 272 HR itu.
Bahkan saat dipamerkan di Unit Laka
Polda Metro, BMW Rasyid juga ditutupi oleh polisi. Entah apa maksudnya, namun
tidak dengan Luxio yang ditabrak Rasyid.
5.
Lie
detector untuk Jamal
Anggota Komisi Kepolisian Nasional
(Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan meminta pihak kepolisian mengusut hingga
tuntas kasus tewasnya Annisa Azward (20). Agar kasus ini menjadi terang,
sebaiknya sopir angkot KWK U10, Jamal diperiksa menggunakan lie detector (alat
kebohongan).
Namun Kompolnas tidak mengusulkan
hal yang sama kepada Rasyid Rajasa. Rasyid lagi-lagi seolah mendapat perlakuan
istimewa.
6.
Petisi
adili Rasyid
Meski sudah berstatus tersangka
akibat kasus tabrakan maut yang menewaskan dua orang, M Rasyid Rajasa sampai
saat ini masih menghirup udara bebas. Dalihnya, putra Menko Perekonomian Hatta
Rajasa ini masih mengalami trauma akibat insiden mematikan yang dihadapinya
itu. Pertanyaannya, jika wong cilik seperti Jamal menyatakan trauma, apakah
diperlakukan sama seperti Rasyid? Tidak! Kejaksaan Agung berpendapat sejauh
ini tidak ada hal-hal yang mengharuskan putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa
itu ditahan. Duh, bagaimana jika yang melakukan itu rakyat jelata?!
Ya beginilah keadaan hukum di
Indonesia ini, jauh dari kata adil dan memihak kepada yang “kuat”.